Cerita di Balik Mengejar Ular Naga pada Perhelatan Cap Go Meh Pontianak 2023

Momen Perayaan Cap Go Meh memang sempat terhenti selama pandemi, suasana hari raya, perayaan istimewa pun jadi sepi, nggak ada gregetnya lagi. Kota Pontianak, yang terbilang memang minim tempat-tempat wisata, jadi semakin membosankan, karena hiburan kami di sini hanya seputar mall, jajanan dan restoran baru yang kekinian. Singkatnya, kalau mau berlibur, ya setidaknya naik pesawat keluar pulau. Pergi ke Jakarta misalnya, atau ke Yogyakarta, Bandung atau daerah lain yang dapat dikatakan, suasananya lebih pas untuk refreshing dan healing.

Kota Pontianak memang masih kalah, jika dibandingkan dengan kota lain yang memiliki banyak tempat indah sebagai destinasi wisata. Namun, soal kuliner dan ragam festival budaya, perayaan hari besar agama, Pontianak adalah juara pertama di hati saya. Pada akhir pekan ini, 3 sampai 5 Febuari 2023, menjadi pekan Perayaan Cap Go Meh, dan masyarakat Tionghoa bersiap menghidupkan kembali sang ular naga, setelah dua tahun mati suri. Imlek belum dapat dikatakan usai, jika festival ular naga Cap Go Meh belum digelar. Bagi kami penduduk Kota Pontianak, Imlek dan Cap Go Meh, tidak hanya spesial bagi masyarakat Tionghoa saja. Tetapi juga bagi saya, kami yang notabene bukan penganut ajaran Konghucu.

Barangkali warga Kota Pontianak juga merasakan hal serupa seperti saya? Faktanya, ketika pekan Cap Go Meh digelar, hampir seluruh masyarakat tumpah ruah berkumpul di jalanan pusat kota. Mereka turun ke jalan, atau sekadar berkeliling dengan kendaraan, seraya mencari siapa tahu ada ular naga atau barongsai yang lewat.  Semua bertujuan untuk menyaksikan secara langsung festival ular naga, tarian barongsai, dan berbagai aktraksi menarik lainnya. Masyarakat Kota Pontianak terdiri dari banyak suku, baik itu suku asli, atau suku-suku pendatang.

Salah satu dari sekian banyak kota di nusantara dengan keberagaman suku, agama, adat istiadat, dan budaya. Kami hidup bersama dalam keberagaman yang begitu kental, dan terus belajar menciptakan toleransi di tengah-tengah iklim masyarakat majemuk. Keunikan budaya hasil dari asimilasi berbagai suku bangsa yang terus bersinergi hingga hari ini, adalah bukti nyata, bahwa seluruh lapisan masyarakat menginginkan Kota Pontianak, sebagai rumah dengan atap yang kuat untuk semua warga masyarakatnya. Cap Go Meh di Kota Pontianak, tidak berfokus pada warga Tionghoa saja, melainkan melibatkan banyak pihak.

Seluruh elemen secara otomatis turut serta ambil bagian, baik itu UMKM dan kalangan masyarakat umum ikut memeriahkan pekan kuliner pada Perayaan Imlek tahun ini. Imlek dan Cap Go Meh, sudah menjadi ikon identitas pariwisata dan budaya Kota Pontianak. Tidak sekedar tontonan hiburan rakyat saja, namun salah satu bentuk usaha kami dalam melestarikan cagar budaya kearifan lokal masyarakat Tionghoa. Itu baru manfaat secara keseluruhan, secara pribadi saya sendiri banyak mendapatkan pelajaran penting dari Cap Go Meh tahun ini. Betapa tidak, ini adalah momen pertama kali saya begitu antusias ingin menyaksikan secara langsung festival barongsai dan ular naga.

Tentu saja ada alasan kuat di balik itu semua, meskipun sebelumnya saya juga senang melihat berbagai festival dan aktraksi budaya, namun nyaris tidak memiliki dokumentasi yang berarti. Saya sungguh mensyukuri, atas keaneka ragaman budaya di kota tempat saya menumpang hidup. Festival ular naga beserta atribut dan tetek bengeknya, sungguh sayang rasanya jika melewatkannya begitu saja. Ini akan jadi ide segar bagi tulisan-tulisan yang belum terwujud bulan ini. Jadilah pekan kemarin, saya semangat mengejar segerombolan ular naga itu, bergaya bak wartawan sedang liputan, padahal amatiran.

Di titik ini saya belajar, mata saya terbuka lebar, menjadi wartawan, selain tidak mudah, juga membutuhkan komitmen dan keberanian yang besar. Selama ini masyarakat kita, termasuk saya, masih belum memahami kerja jurnalistik. Dan hari ini sedikit banyak saya dapat membayangkan berbagai tantangan dan kesulitan yang dihadapi di lapangan oleh para wartawan. Pada saat bersamaan, saya pun dapat merasakan profesi seorang fotografer, rupanya lebih sulit dari yang saya bayangkan. Perhelatan festival ular naga kala itu, mengajarkan saya kesabaran. Bermodalkan hanya dengan kamera handphone, berlarian mencari sedikit lengang, agar sang naga utuh dan indah saat diabadikan.

Sabar menanti ular naga dalam posisi pas ketika difoto. Semua keahlian itu tidak ada dalam diri saya, selama ini saya pikir mencari saja foto di internet, tidak perlu berlelah-lelah mengejar naga. Dari seorang mentor menulis, saya jadi mengerti, bahwa setiap gambar yang epic akan membuat artikel tulisan lebih bernyawa. Gambar hasil dokumentasi yang baik, seolah meniupkan roh agar suatu artikel tulisan mengenai apa pun, memiliki daya pikatnya.

Menjadi suatu daya tarik tersendiri bagi artiket tersebut, dengan harapan orang akan lebih tertarik untuk membaca. Lantas saya pun melihat wajah-wajah bahagia, ceria, walaupun harus menunggu di pinggiran jalan tersengat sinar matahari khatulistiwa nan panas. Pemandangan yang luar biasa, kerumunan manusia penuh sesak, tapi tetap semangat menanti ular naga lewat. Iseng saya sekedar bertanya pada perempuan paruh baya di sebelah saya.

“Sudah dari jam berapa nungguin naga Bu?”

“Wah, sudah dari pukul 12:00 siang saya turun Mbak, takut nggak kebagian tempat, makanya saya bawa payung Mbak.”

Tampak bulir-bulir keringat menetes menuruni pelipis si Ibu, saya tersenyum melihat semangatnya itu. Mata saya terus memperhatikan keramaian, saya lihat lagi ruas jalanan yang terus dikosongkan, karena akan dipergunakan sebagai area parkiran. Mereka semua rela berjalan kaki, di bawah terik matahari, dan mereka semua ceria, bahagia, tertawa.

Perhelatan festival ular naga pekan ini, menjadi magnet dan memberikan nilai-nilai positif bagi semua warga dan pendatang, bahkan wisatawan. Kami semua berkumpul di sini, tidak ada yang peduli latar belakang kami. Tujuan kami sama, menyaksikan keindahan replika ular naga, dan mengeratkan ikatan persaudaraan selaku manusia yang hidup di bawah atap rumah yang sama. Turut terlibat dalam pekan lintas budaya, karena kami bertujuan menciptakan keunikan sekaligus iklim yang sehat dalam kehidupan bersosial masyarakat di Kota Pontianak Kalimantan Barat.