Rasa yang Kembali Bertamu

Acara pembukaan pelatihan Pemanfaatan Digital dalam Proses Pembelajaran baru saja selesai. Pelatihan ini diikuti oleh peserta dari seluruh kabupaten/kota di provinsiku. Setiap kabupaten/kota terpilih tiga orang peserta sebagai perwakilan.

Kegiatan berikutnya adalah istirahat menjelang kegiatan pelatihan. Kegiatan pelatihan akan dimulai nanti malam pukul 19.30 WIB. Aku dan Toni, teman se-kabupaten, menuju kamar untuk beristirahat. Tiba-tiba di pintu keluar, aku melihat sesosok wajah yang sangat ku kenal. Jantungku berdegup kencang. Ya, seseorang yang pernah mengisi ruang hatiku. Aku menghampirinya.

“Hai”, sapaku.

Dia juga sepertinya terkejut melihat kehadiranku.

Aku mengulurkan tangan. Diapun menyambutnya. Penampilannya tidak jauh berubah. Malah makin cantik menurutku, meskipun usianya sudah kepala empat.

“Tak menyangka ya, kita bertemu lagi di pelatihan ini,” kataku kemudian.

Akhirnya kami terlibat pembicaraan ringan. Dadaku kian berdegup kencang. Entah karena perasaan itu masih tersimpan di sudut hatiku. Aku mencoba untuk mengatasi gugup, agar tidak ketahuan olehnya. Beberapa menit kemudian, kami berpisah untuk melanjutkan istirahat.

Sesampai di kamar, kurebahkan tubuh di springbed empuk yang beralaskan sprei biru lembut. Pikiranku kembali melayang pada pertemuan tadi dengannya. Namanya Fildia. Teman satu angkatan, tapi beda jurusan denganku.

Gadis manis, pintar, sederhana dan bersahaja. Sosoknya yang mampu menghadirkan getar-getar syahdu dihatiku. Beberapa kali kami sempat bertemu. Namun pertemuan itu hanya diisi obrolan ringan. Semakin hari, rasa di hatiku semakin bergejolak ketika teringat wajah ayunya. Namun aku belum punya keberanian untuk mengungkapkan perasaanku. Rasa itu kusimpan jauh di lubuk hatiku. Berharap di suatu saat nanti, kami akan dipertemukan kembali dan aku akan menyatakan rasa yang sudah menggunung ini padanya.

Suatu hari aku bercerita pada sahabat karibku. Tentang rasa yang kupunya. Tentang gadis idaman yang sering mengisi lamunanku. Aku berharap dia bisa memberi solusi buatku. Beberapa saat dia tampak serius mendengarkanku. Namun akhirnya dia mulai senyum-senyum sendiri. Aku jadi heran, mengapa sikapnya begitu. Akupun jadi penasaran.

Diapun mulai bercerita. Sebetulnya dia juga punya perasaan terhadap gadis manis semester tiga jurusan Matematika itu. Dan hal yang sama, sahabatku juga tidak punya keberanian untuk mengungkapkannya.

Pecahlah tawa kami berdua. Setelah puas tertawa, kami mulai serius kembali. Toni mulai memberi saran padaku. Aku setuju dengan nasehat sahabatku itu. Aku sedikit lega dan akan mengikuti sarannya.

Dan kini, seiring perjalanan waktu, aku sudah dipertemukan dengan jodohku. Setelah sekian lama aku tidak lagi bertemu dengannya, karena kami sudah lulus kuliah. Aku yang tidak pernah bertanya dimana alamat rumahnya waktu itu, dan tidak seorangpun temanku yang mengetahui alamat rumahnya. Aku mulai melupakannya dan menerima sosok yang baru kutemui di tempatku mengabdi. Kami sudah membina mahligai rumah tangga selama dua dasawarsa.

Namun pertemuan kali ini kembali membangkitkan rasa yang sudah lama ku kubur. Tiga hari kebersamaan dalam kegiatan pelatihan, cukup membuatku semakin sesak menahan rasa yang kembali bergejolak. Segera ku tepis semua itu, karena aku tak ingin merusak keharmonisan rumah tanggaku. Biarlah semua kembali berlalu, bersama hembusan sang bayu.

Profil : Yenni Noviyanti. Seorang pendidik yang berasal dari daerah pedesaan di Kabupaten Agam. Saat ini bertugas di SDN 21 Gunung Tuleh Kabupaten Pasaman Barat, Sumatera Barat. Dia bisa dihubungi di WA 081266114688 dan alamat surel [email protected]

 

sumber gambar : https://www.islampos.com/gaya-berhubungan-suami-istri-246818/