“Kenapa ini harus terjadi padaku?” Saya begitu shock dan dunia seakan runtuh saat mendengar pernyataan dokter. Untuk beberapa lama saya tergoncang dengan kenyataan ini. Anak-anak, saudara-saudara dan teman-teman dengan setia menghibur dan menguatkan.
Berawal dari benjolan di payudara sebelah kanan, bentuknya padat dan menetap. Saya memeriksakan diri ke dokter onkologi. Saya pikir itu hanya gelenjar air susu.. Ternyata jika usia sudah mulai menua benjolan itu harus dicurigai. Hasil USG menunjukkan kalau benjolan itu tidak rata/irregular dan dinyatakan sejenis kanker ganas.
Untuk memastikannya lagi, atas anjuran dokter saya mengikuti aspirasi jarum halus (AJH) yaitu pemeriksaan langsung pada benjolan penderita kanker dengan jarum halus, yang kemudian dikirim ke laboratorium patologi anatomi untuk dianalisis. Dan hasilnya memang teridentifikasi kanker dengan stadium 2B.
Dokter menyarankan agar payudara sebelah kanan diangkat. Untuk mempersiapkan diri saya diberi waktu satu bulan untuk berpikir. Sungguh berat bagi saya untuk menerimanya. Hanya kepada Allah saya mengadu, minta untuk diberi kekuatan dan keikhlasan menerima kondisi ini.
Kenapa seseorang bisa terkena kanker? Ada banyak hal yang jadi penyebab, namun ada dua faktor penyebab utama yaitu karena perubahan sitogenetika (DNA) dan karena sistim imun menurun/autoimun.
Pada perubahan DNA, sel-sel normal dalam tubuh diransang oleh berbagai faktor (seperti racun dari makanan, dari bakteri, merokok dan lain-lain). Mutasi genetik akan terjadi dan berubah menjadi sel kanker yang akhirnya membentuk benjolan yang padat. Apakah mungkin karena racun makanan kanker ini bersarang di tubuhku?
Faktor resiko yang juga dapat mempengaruhi kanker payudara bisa disebabkan oleh mulai masa awal haid, masa berhenti menopause, melahir diusia setelah usia 35 tahun dan faktor genetika.
Beberapa waktu yang lalu, teman saya juga telah divonis kanker payudara. Tapi karena takut, dia tidak mau dioperasi, dan lebih memilih pengobatan alternatif. Pengobatan ini tidak membantu, akhirnya payudaranya mengeras dan pecah. Dia tidak tertolong. Banyak kejadian seperti itu. Penanganan yang terlambat, akhirnya kanker sudah menjalar ke mana-mana. Realistis dengan kondisi yang ada, saya memutuskan untuk dioperasi.
Dalam kondisi seperti ini, saya beruntung mempunyai anak-anak, saudara-saudara dan teman-teman yang mencintai saya. Dukungan dan semangat dari mereka sangat berarti. Pasca operasi, setelah jahitan mengering, saya sudah dapat beraktifitas kembali.
Di rumah saya dilayani seperti ratu. Empat orang anak berebutan melayani saya. Mengambilkan makanan, minuman, mengantarkan ke kamar mandi, membimbing saya berjalan. “Apalagi bunda? Bunda mau apa?” Suatu rahmat Allah yang tidak terkira. “Kuatkan saya ya Allah. Biarkan saya hidup melihat mereka berhasil.”
Untuk mnghancurkan sel kanker dalam tubuh, saya harus menjalani kemoterapi sebanyak 8 kali dengan siklus dua puluh hari. Kemoterapi dilakukan dengan memasukkan empat botol obat cair melalui pembuluh darah, dan ini dilakukan selama lebih kurang 7 jam.
Efek samping dari kemoterapi ini cukup banyak dan bisa berbeda pada setiap orang, seperti rambut rontok, mual, muntah, kulit kering, kehilangan nafsu makan, lidah terbakar, rasa lelah dan lainnya. Dalam hal ini, psikologis dari penderita kanker sangat berpengaruh sekali.
Saya hanya merasakan beberapa hal saja seperti lemas dan mual pada minggu pertama serta rambut rontok dan lidah terbakar. Lewat dari minggu pertama saya kembali beraktifitas seperti biasa, dan seperti itu sampai delapan kali.
Secara psikis penderita kanker mempunyai kegamangan terhadap proses yang dijalani dalam pengobatan, kemungkinan jangka panjang yang harus diterimanya, aspek keuangan dan sebagainya. Keluarga harus memberikan dukungan yang maksimal sehingga emosi dari penderita dapat terjaga, mempunyai pikiran positif dan harapan untuk sembuh yang besar.
Menunggu untuk dikemo, penderita saling mencurahkan penderitaan mereka, berbagi pengalaman dan tips-tips untuk bisa sehat. Kami sudah seperti saudara, saling menguatkan. Dibandingkan dengan pasien senasib di rumah sakit, kondisi saya termasuk baik. Semangat hidup saya sering dijadikan contoh oleh dokter dan perawat untuk memotivasi pasien lain.
Begitu pentingnya dukungan keluarga dan lingkungan terhadap pasien kanker dalam meningkatkan mental dan semangat hidupnya. Dengan kondisi ini saya sering mengevaluasi diri, apa yang sudah saya perbuat untuk anak-anak dan keluarga? Akhirnya kasih sayang merekalah yang membuat saya lebih kuat untuk bertahan hidup.
Empat anak selalu bergantian, bersama mendampingi saya dalam melalui proses pengobatan. Mulai dari pendaftaran sampai mengantarkan kemoterapi. Hiburan-hiburan dari mereka menguatkan tekad saya untuk bisa sembuh.
Sekarang saya sudah bisa beraktifitas seperti biasa, dan berusaha untuk menularkan semangat untuk sehat dengan memberikan motivasi kepada sesama penderita kanker
Tinggalkan Balasan