Musim kampanye pemilu 2024 telah memasuki beberapa pekan. Ironinya lini masa dan medsos masih riuh membahas “gemoy” dan “ndasmu etik”. Porsi kerusakan lingkungan dan kerusakan iklim belum ramai diperbincangkan.
Fenomena itu menunjukkan bahwa pemilu Indonesia masih jauh dari isu climate change sebelum menentukan pilihan. Situasi seperti itu pernah terjadi dalam kampanye pilpres Amerika Serikat yang lalu. Dalam perdebatan Joe Biden vs Donald Trump hampir tidak pernah menyinggung topik perubahan iklim dan lingkungan.
Sejauh dugaan saya, di negeri ini isu lingkungan masih kurang “menjual”. Para eksekutif dan legislatif lebih menyukai isu harga sembako ketimbang lingkungan. Meskipun laporan terakhir menunjukkan bahwa pendapat para politikus tersebut keliru besar.
Isu lingkungan akan laku bila strategi penyampaiannya menarik dan bukan mengancam. Pengenalan isu lingkungan secara online dan offline yang efektif dapat menaikkan peluang keterpilihan. Kandidat minim kreatifitas isu lingkungan berisiko tidak mendapat dukungan pemilih.
Politikus hanya berfokus masalah anak muda pada tiga tahun terakhir ini, sehingga mereka perlu didorong membangun kebijakan berorientasi perubahan iklim. Bahwa perubahan iklim berdampak pada cuaca, kebakaran hutan, kenaikan air laut, serta defisit pangan. Untuk itu, pemilu 2024 adalah ceruk tepat guna meningkatkan kapasitas politikus.
Mereka perlu mengeksplorasi perubahan iklim menjadi ide perubahan. Politikus perlu menempatkan diri dari sudut pandang pemilih tentang pendekatan antisipasi dampak perubahan iklim. Thus, lakukan yang terbaik mulai dari sekarang.
***
Berbagai narasi menyebutkan sebagian besar politikus kurang peduli isu perubahan iklim. Salah satu penyebabnya mereka jarang mendapatkan informasi terkait perubahan iklim. Rendahnya wawasan isu lingkungan membuat politikus tidak banyak membuka diskusi tentang fenomena tersebut.
Politikus beranggapan membahas isu lingkungan justru menjadi bumerang bagi mereka. Dari pengamatan konten di medsos yang membahas perubahan iklim sangat minim. Isu-isu yang beredar hanya berfokus pada kebijakan ekonomi makro, G20, dan kemitraan ekonomi global.
Selain hal di atas, isu-isu yang masyarakat inginkan seperti ketahanan pangan, air bersih, perubahan iklim jarang tersentuh politikus. Keterlibatan generasi muda terhadap isu-isu tersebut juga jarang tampak di lini massa. Padahal anak muda justru seharusnya paling dekat dengan isu perubahan iklim.
Saatnya para kandidat membangun narasi politik tentang isu perubahan iklim, mereka perlu percaya diri memaparkan isu tersebut kepada masyarakat. Guna membangun narasi isu lingkungan, para politikus perlu menyampaikan isu tersebut berdasarkan domografi sosial. Strategi narasi politik lingkungan untuk umat muslim tentu berbeda dengan ibu rumah tangga. Setelah mengklasifikasi pemilih berdasar demografi sosial, selanjutnya memilih media massa atau media sosial sebagai mitra kunci.
***
Politisi atau tim sukses bisa memasarkan konten perubahan iklim melalui mitra kunci. Wojciech Cwalina pada 2015 menyusun tipologi pemasaran politik, dengan menyebutnya sebagai Model 4P atau product, push marketing, pull marketing, dan polling. Penemu pendekatan adalah seorang pakar psikologi sosial dan pemasaran politik dari Maria Curie-Sklodowska University.
Komitmen politisi terhadap rencana penggalangan penggunaan energi baru terbarukan dapat menjadi salah satu produk politik. Politisi juga dapat memilih mendorong pemilih menggunakan produk energi terbarukan melalui saluran komunikasi. Ajakan ini bisa menggunakan media sosial untuk menyebarluaskan pemanfaatan produk tersebut sembari menjaring lebih banyak pemilih usia muda.
Dorongan politik perlu dibuat semenarik mungkin agar memiliki daya tarik. Pendekatan ini berfokus pada strategi menarik minat pemilih organik. Sekalipun terkadang harus bertentangan dengan kebijakan pemerintah, namun kampanye ini tetap penting dilakukan secara agresif.
Setelah seluruh tahapan terlalui, bagian berikutnya yang tidak kalah penting mengadakan jajak pendapat. Sebagian besar politisi lebih sering menggunakan cara terakhir untuk menganalisa persepsi serta opini masyarakat. Kandidat menghelat jajak pendapat secara periodik untuk memahami sentimen masyarakat terhadap perubahan iklim sekaligus efektifitas kampanyenya.
***
Artikel ini saya maksudkan untuk memasyarakatkan isu perubahan iklim sembari mengakomodasi kebijakan strategi pemerintah berikutnya. Salah satu pertimbangannya telah mendekatnya fenomena perubahan iklim ke arah yang lebih nyata. Selain untuk hal-hal praktis, sekaligus mendorong para politisi bertanggung jawab terhadap kepentingan masyarakat.
Perubahan iklim mulai kita rasakan dampaknya. Berharap politikus yang akan terpilih kelak mampu membuat kebijakan pro lingkungan di negri ini. Hal tersebut tidak dapat terlepas dari tanggung jawab memberi solusi dari efek perubahan iklim yang kita rasakan bersama.
Tinggalkan Balasan