Awalnya hubungan pajak dan peradaban ibarat fondasi dan bangunan, meski perkembangannya konsep ini mengandung kontradiksi mendasar. Pada dasarnya, pajak adalah pengambilan paksa kekayaan individu oleh negara. Sehingga, penting menelaah lebih jauh adanya klaim bahwa pajak merupakan keharusan demi kemajuan masyarakat. Karena, mengingat terdapat unsur pemaksaan, yang sejatinya bertentangan dengan kebebasan individu.
Pajak Melegalkan Pemaksaan
Esensinya, pajak sebagai “pelegalan” unsur paksaan. Ketika seseorang menolak membayar pajak, sanksi denda, penyitaan aset, atau hukuman penjara menjadi konsekuensi yang tak terhindarkan. Di sinilah sifat otoriter dari pajak, karena negara tidak meminta kontribusi secara sukarela, melainkan memberlakukan ancaman hukum. Pada akhirnya, pajak tidak berbeda dengan perampasan, hanya saja praktiknya mendapat legitimasi hukum.
Jika peradaban sejati bertumpu pada penghormatan terhadap hak individu dan kebebasan, bagaimana kita meyakini sesuatu yang berlandaskan pemaksaan? Sementara, masyarakat yang beradab seharusnya terlahir dari kerja sama sukarela, bukan tekanan, apalagi ancaman.
Penyalahgunaan Anggaran Pajak
Kritik lain terhadap pajak adalah buruknya pengelolaan dana publik dan maraknya penyalahgunaan. Kasus korupsi yang melibatkan uang pajak terus terjadi setiap tahun. Penggunaan dana yang semestinya untuk pembangunan infrastruktur atau pelayanan publik, justru diselewengkan oleh oknum tertentu.
Sistem pajak yang tidak transparan menciptakan ketidakadilan. Masyarakat bekerja keras untuk membiayai keistimewaan segelintir orang yang memanfaatkan sistem. Apakah ini mencerminkan peradaban yang kita cita-citakan?
Kolaborasi Sukarela dan Pasar Bebas
Sejarah membuktikan bahwa masyarakat dapat berkembang tanpa ketergantungan pada pajak paksa. Dalam kerangka pasar bebas, individu dan komunitas dapat bekerja sama secara sukarela untuk membiayai infrastruktur dan layanan publik. Contohnya adalah lembaga filantropi, organisasi swadaya masyarakat, atau model crowdfunding yang memungkinkan pendanaan kolektif.
Pemberlakuan kontribusi secara sukarela cenderung menumbuhkan rasa tanggung jawab dan keterlibatan masyarakat dalam pembangunan. Hal ini juga meminimalkan risiko korupsi, karena masyarakat mengelola dana secara langsung. Ataupun, pengawasan entitas secara ketat, bukan birokrat yang jauh dari kontrol publik.
Menggagas Peradaban tanpa Pajak
Menganggap pajak sebagai satu-satunya cara untuk mendanai peradaban adalah pemikiran sempit, bahkan mengabaikan potensi besar kreatifitas manusia. Sepanjang sejarah, banyak pencapaian besar lahir dari kerja sama dan kontribusi sukarela. Sebaliknya, peradaban yang bergantung pada pajak justru melegitimasi kekerasan struktural, karena pemungutan paksa pada individu, sering kali tidak jelas pemanfaatannya.
Ada tiga pendekatan utama yang dapat menjadi alternatif dalam mewujudkan masyarakat maju tanpa harus mengorbankan kebebasan individu. Yaitu, filantropi, ekonomi berbasis pasar, dan komunitas yang berfokus pada kontribusi langsung.
Filantropi sebagai Alternatif
Filantropi telah terbukti menjadi sarana efektif bagi mereka yang memiliki sumber daya lebih untuk membantu masyarakat luas. Banyak institusi pendidikan, layanan kesehatan, dan infrastruktur publik berdiri tanpa keterlibatan pajak. Di era modern, keberadaan platform crowdfunding memperluas peluang bagi siapa saja untuk mendukung proyek-proyek yang relevan dengan kebutuhan masyarakat.
Pembangunan fasilitas umum, seperti taman, perpustakaan, atau infrastruktur transportasi berdiri melalui inisiatif masyarakat yang memanfaatkan. Dengan cara ini, kontribusi sukarela menciptakan rasa memiliki, sehingga masyarakat lebih peduli terhadap pemeliharaan dan keberlanjutan fasilitas tersebut.
Solusi Ekonomi Pasar Bebas
Sistem ekonomi berbasis pasar bebas memberikan ruang bagi sektor swasta untuk menyediakan solusi yang efisien dan kompetitif. Melalui pendekatan ini, keuntungan bukan motivasi utama, melainkan dorongan penciptaan nilai nyata bagi masyarakat.
Misalnya, di bidang pendidikan, sekolah swasta membiayai kebutuhannya sendiri dari penggunanya. Hal ini, dapat menawarkan layanan yang lebih transparan dan sesuai dengan kebutuhan ketimbang sekolah yang bergantung pada pajak. Contoh lain, terjadi pada layanan kesehatan, transportasi, hingga pengelolaan lingkungan. Ketika pengelolaan layanan oleh entitas yang bertanggung jawab langsung kepada pengguna, risiko korupsi dan penyalahgunaan dana dapat diminimalkan.
Kontribusi Komunitas secara Langsung
Di tingkat lokal, komunitas memiliki potensi besar untuk mengelola kebutuhannya sendiri tanpa keterlibatan negara. Sistem berbasis kontribusi langsung memungkinkan masyarakat menentukan prioritas dan mendanai kebutuhannya melalui mekanisme bersama. Koperasi atau organisasi warga yang mengumpulkan dana dari anggota untuk sebuah proyek, salah satu contoh di antaranya.
Pendekatan ini memotong hierarki birokrasi yang rumit, sehingga setiap dana yang terkumpul dapat langsung bermanfaat untuk kepentingan bersama. Selain itu, transparansi lebih mudah terawasi karena pengelolaan dana oleh pihak yang berada di bawah pengawasan langsung komunitas.
Hambatan dan Kesempatan
Menggantikan sistem pajak bukanlah hal sederhana, membutuhkan perubahan besar dalam pola pikir masyarakat tentang tanggung jawab kolektif. Namun, tantangan ini juga membuka peluang untuk menciptakan sistem yang lebih adil dan berkelanjutan. Teknologi, keterbukaan informasi, dan semangat kolaborasi dapat berguna untuk membangun peradaban, tanpa selalu mengantungkan pada pajak.
Selain itu, pendekatan ini memberikan tanggung jawab langsung kepada individu dan komunitas, mendorong kemandirian, serta menciptakan masyarakat yang lebih kuat dan berdaya. Alih-alih bergantung pada negara sebagai satu-satunya penyedia layanan, masyarakat dapat mengembangkan jaringan kolaborasi yang saling menguntungkan.
Kesimpulan
Peradaban yang ideal seharusnya tidak bersumber dari pemaksaan. Sebaliknya, ia harus bertumpu pada kerja sama sukarela yang menghormati kebebasan dan martabat setiap individu. Dengan mengurangi atau bahkan menghapus ketergantungan pada pajak, kita dapat menciptakan sistem yang lebih manusiawi, transparan, dan berkeadilan.
Sudah saatnya kita meninjau ulang pondasi peradaban yang ingin kita bangun. Apakah kita akan terus mendukung sistem yang memaksa dan sering mengecewakan, atau berinovasi menuju masa depan yang lebih mandiri dan bebas? Jawaban atas pertanyaan ini terletak pada keberanian kita untuk melangkah keluar dari zona nyaman menuju peradaban yang lebih baik.
Pajak, yang berakar pada pemaksaan, layak disebut sebagai cara kasar untuk membangun peradaban. Sementara peradaban seharusnya menghormati kebebasan, martabat, dan kerja sama. Selain itu, pajak yang bergantung pada pemaksaan akan rentan terhadap penyalahgunaan kekuasaan. Peradaban yang sejati harus berlandaskan pada kolaborasi sukarela dan penghormatan terhadap kebebasan individu. Oleh karena itu, sudah saatnya kita mengeksplorasi alternatif yang lebih adil dan manusiawi.
1 Comment