Kebersamaan Pekerja: Kekuatan Solidaritas

Kebersamaan Pekerja: Kekuatan Solidaritas
Sumber Foto : Pexels

Saya adalah Buruh

Di tengah hiruk-pikuk kota yang sibuk, di antara deru mesin pabrik dan padatnya kendaraan, Rian duduk termenung di kantornya. Laporan tahunan perusahaan tempatnya bekerja menunjukkan keuntungan dan nilai saham meningkat pesat. Sebagai seorang manajer menengah di sebuah perusahaan besar, ini adalah kabar yang menguntungkan baginya. Namun, saat pandangannya beralih ke luar jendela kantornya yang tinggi, pikirannya melayang. Dia melihat seorang kurir pengantar makanan yang tampak kelelahan, seolah-olah telah menjelajahi seluruh kota dalam sehari. Dalam hati, Rian bertanya: Apakah aku benar-benar berbeda dari mereka?

Rian tahu jawaban dari pertanyaannya. Meskipun dia menerima gaji lebih tinggi, bekerja dalam kenyamanan ruangan ber-AC, dan memiliki jam kerja yang teratur, dia tetap seorang pekerja. Setiap hari, dia menjual waktunya untuk mendapatkan gaji, sama seperti kurir di luar sana yang bekerja keras untuk setiap rupiah yang didapatkan. Meskipun jenis pekerjaannya berbeda, keduanya berada dalam sistem yang sama, mereka adalah buruh.

Bagi banyak orang, istilah “buruh” sering kali diasosiasikan dengan pekerjaan fisik berat, seperti di pabrik atau ladang. Namun, pada kenyataannya, buruh adalah siapa pun yang bekerja untuk orang lain demi upah, terlepas dari posisi atau lingkungan kerjanya. Baik yang bekerja di balik meja kantor atau di bawah terik matahari, menggali parit atau mengantarkan paket, semua pekerja terikat oleh benang merah yang sama: mereka bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup dalam sistem kapitalisme.

Anda adalah Buruh

Sistem ini sering kali menciptakan perpecahan di antara pekerja. Ada pandangan bahwa mereka yang berada di posisi atau penghasilan lebih tinggi merasa lebih “berharga” daripada yang lain. Mereka mulai percaya bahwa perjuangan pekerja kasar tidak ada kaitannya dengan mereka. Di sinilah masalah muncul. Sistem ini secara tidak langsung memecah-belah pekerja, membuat mereka lupa bahwa mereka sebenarnya bagian dari kelas yang sama, kelas pekerja.

Suatu hari, di perusahaan Rian, muncul protes dari para pekerja produksi yang menuntut kenaikan upah dan perbaikan kondisi kerja. Rian melihat beberapa rekannya mengeluh, menyebut para pekerja ini “terlalu banyak menuntut.” Ada pula yang berpendapat, “Mereka seharusnya bersyukur memiliki pekerjaan.” Rian terdiam, teringat pada kurir yang ia lihat beberapa hari lalu. Mungkinkah pekerja yang melakukan protes ini juga merasa kelelahan dan ketidakadilan yang sama?

Rian mulai menyadari betapa pentingnya solidaritas di antara semua pekerja, tidak hanya mereka yang berada di lapisan bawah. Setiap pekerja menghadapi ketidakpastian yang serupa: ancaman resesi, inflasi, dan PHK. Sistem kapitalisme menempatkan mereka di bawah tekanan terus-menerus untuk bekerja lebih keras dan menghasilkan lebih banyak, dengan biaya seminimal mungkin. Dalam situasi seperti ini, semua pekerja, tidak peduli posisi mereka, harus bersatu dan saling mendukung.

Ketika berbicara tentang solidaritas kelas pekerja, Rian paham bahwa ini bukan hanya soal upah atau jam kerja. Ini juga tentang keadilan dan martabat. Dalam sistem yang mengutamakan keuntungan daripada kesejahteraan manusia, penting bagi setiap pekerja untuk menjaga dan mendukung satu sama lain. Jika para pekerja di kantor mengabaikan tuntutan pekerja produksi, atau jika pekerja formal meremehkan pekerja informal, mereka hanya memperkuat kekuatan yang memecah mereka.

Kita adalah Buruh

Akhirnya, Rian memutuskan untuk mendukung aksi protes tersebut. Meski sebagai manajer keputusannya mungkin tidak disukai oleh atasannya, dia tahu bahwa diam berarti mengkhianati prinsip solidaritas. Baginya, ini bukan hanya soal memperbaiki kondisi satu kelompok pekerja, melainkan menyatukan semua pekerja di perusahaan dalam semangat kebersamaan. Dia ingin menanamkan kesadaran bahwa, terlepas dari jabatan atau peran mereka, mereka semua adalah bagian dari kelas yang sama.

Cerita Rian mencerminkan realitas yang lebih besar. Di dunia yang terus berubah, penting bagi kita semua untuk menyadari bahwa setiap pekerja, baik yang bekerja di pabrik maupun di kantor, menghadapi ancaman yang sama: ketidakadilan yang melekat dalam sistem yang memposisikan mereka di bawah. Oleh karena itu, penting untuk mendorong solidaritas di antara kelas pekerja. Solidaritas bukan hanya tentang menyatukan kekuatan ekonomi, tetapi juga tentang menghargai satu sama lain dan memahami bahwa hanya melalui kebersamaan perubahan sejati bisa tercapai.

Kekuatan Kita, Masa Depan Kita

Dengan menyadari bahwa semua pekerja adalah buruh, kita bisa mulai membangun masa depan yang lebih adil, di mana martabat manusia dihargai lebih dari sekadar angka di laporan keuntungan perusahaan. Sebab, pada akhirnya, terlepas dari posisi kita, kita semua menjual waktu dan tenaga kita untuk bertahan hidup. Dan dalam hal itu, kita semua adalah buruh.

Dengan pemahaman tersebut, Rian mulai mengambil tindakan. Dia mengajak rekan-rekannya untuk berdialog, berusaha menghilangkan kesenjangan antara pekerja kantor dan pekerja produksi. Melalui percakapan terbuka, Rian menumbuhkan kesadaran kolektif bahwa setiap orang memiliki peran penting dalam operasional perusahaan, terlepas dari apakah mereka bekerja di depan komputer atau di pabrik. Solidaritas pun perlahan terbentuk; mereka mulai saling menghargai, memperhatikan kebutuhan serta tantangan masing-masing. Para manajer secara bertahap mendukung tuntutan pekerja, dan suara-suara yang sebelumnya terpecah kini bersatu untuk memperjuangkan keadilan bagi semua. Mereka mulai memahami, dalam kebersamaan, mereka menjadi lebih kuat.