Menyelamatkan Masa Depan Perikanan

Menyelamatkan Masa Depan Perikanan
Sumber Foto: AI

Pembuka

Indonesia, negeri kepulauan dengan 17 ribu lebih pulau, seharusnya menjadi raksasa maritim dunia. Lautnya luas, kekayaan ikannya melimpah, dan nelayannya berabad-abad hidup bersahabat dengan samudra. Namun di balik potensi itu, ada ancaman nyata, keberlanjutan perikanan kita kian rapuh. Kapal-kapal nelayan banyak yang tua dan tak layak. Lalu, praktik penangkapan sering berlebihan, dan tata kelola lingkungan perairan masih jauh dari ideal. Pertanyaan penting pun muncul, apakah Indonesia mampu menjaga lautnya agar tetap produktif bagi generasi mendatang?

Kapal Perikanan yang Menua dan Renta

Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) baru-baru ini merilis data mencengangkan. Yaitu, mayoritas kapal perikanan di Indonesia masih berbahan kayu, banyak di antaranya berusia puluhan tahun. Kondisi ini bukan sekadar isu teknis, melainkan menyangkut keselamatan pelaut, efisiensi penangkapan, hingga dampak lingkungan.

Kapal tua dengan mesin usang biasanya boros bahan bakar dan rentan kecelakaan. Dalam kondisi cuaca ekstrem, nelayan sering kalah oleh ombak. Lebih jauh lagi, penebangan hutan sebagai bahan baku kapal kerap tanpa pengelolaan berkelanjutan, yang justru menambah tekanan terhadap ekosistem darat.

Di sisi lain, modernisasi armada perikanan berjalan lambat. Padahal, negara tetangga seperti Vietnam dan Thailand sudah jauh melangkah dengan kapal baja kecil hingga menengah. Dan, tentu hal tersebut lebih efisien, ramah lingkungan, bahkan lengkap dengan teknologi pemantauan. Singkatnya, Indonesia tertinggal di pelabuhan sendiri.

Overfishing: Ancaman yang Mengintai

Isu kedua yang tak kalah serius adalah overfishing atau penangkapan berlebihan. Meski KKP telah mengumumkan pengurangan target produksi ikan tangkap demi keberlanjutan, praktik di lapangan sering jauh dari regulasi. Banyak kapal masih menggunakan alat tangkap destruktif, seperti cantrang atau pukat hela, yang merusak dasar laut.

Akibatnya, stok ikan di beberapa wilayah perairan menurun drastis. Nelayan kecil harus melaut lebih jauh hanya untuk mendapatkan hasil yang dulu bisa mereka peroleh di sekitar pantai. Biaya meningkat, risiko keselamatan bertambah, sementara pendapatan tak sebanding.

Fenomena ini bukan hanya masalah ekonomi nelayan, tapi juga menyangkut ketahanan pangan nasional. Jika eksploitasi laut terus tanpa kendali, maka masa depan protein murah bagi rakyat akan terancam.

Budidaya Perikanan: Solusi yang Harus Berhati-hati

Sebagai jalan keluar, pemerintah mendorong pengembangan budidaya perikanan, baik di laut maupun di danau. Secara teori, budidaya memang bisa menjadi solusi untuk mengurangi tekanan penangkapan di laut. Namun, praktiknya tak selalu indah.

Banyak lokasi budidaya justru merusak ekosistem. Penebangan mangrove untuk tambak udang, limbah pakan mencemari perairan, dan spesies invasif mengganggu keseimbangan hayati. Danau-danau besar seperti Toba dan Maninjau, misalnya, mengalami degradasi serius karena keramba jaring apung yang tidak terkendali.

Budidaya hanya akan berkelanjutan, jika pengelolaannya disiplin. Teknologi ramah lingkungan, tata ruang perairan yang jelas, dan rehabilitasi ekosistem menjadi syarat mutlak. Tanpa itu, solusi bisa berubah menjadi bumerang.

Kebijakan yang Masih Terbelah

Alih-alih regulasi perikanan yang konsisten, namun sayangnya kebijakan kita sering berubah arah. Kadang pemerintah mendorong ekspor besar-besaran demi devisa, kadang mengedepankan keberlanjutan dengan moratorium alat tangkap. Akibatnya, nelayan bingung menghadapi aturan yang berganti terlalu cepat.

Selain itu, koordinasi antar lembaga masih lemah. KKP, Kementerian Perhubungan, hingga aparat keamanan laut sering tumpang tindih dalam kewenangan. Sementara itu, penegakan hukum di lapangan masih longgar, illegal fishing masih marak, terutama di perbatasan laut.

Keberlanjutan membutuhkan kepemimpinan yang konsisten dan berani. Tanpa itu, laut akan tetap jadi arena rebutan, bukan sumber kesejahteraan bersama.

Peran Nelayan Kecil yang Terabaikan

Satu hal penting yang sering luput adalah peran nelayan kecil. Padahal, mereka adalah tulang punggung perikanan Indonesia. Jumlahnya mencapai jutaan, tersebar dari Aceh hingga Papua. Namun akses mereka pada modal, teknologi, dan pasar masih minim.

Ketika pemerintah bicara modernisasi kapal, nelayan kecil sering hanya jadi penonton. Ketika regulasi baru diterapkan, mereka yang paling sulit menyesuaikan diri. Padahal, keberlanjutan tidak mungkin tercapai tanpa melibatkan nelayan kecil sebagai mitra utama.

Penting penguatan program pemberdayaan nelayan, seperti kredit lunak, pelatihan teknologi, hingga koperasi pemasaran. Dengan cara itu, nelayan bisa naik kelas tanpa meninggalkan jati dirinya sebagai penjaga laut.

Keberlanjutan: Bukan Pilihan, tapi Keharusan

Mengapa keberlanjutan begitu penting? Karena laut bukan sumber daya yang tak terbatas. Sekali ekosistem rusak, butuh puluhan tahun untuk pulih. Sekali stok ikan habis, generasi mendatang hanya akan mewarisi laut yang kosong.

Keberlanjutan berarti mengambil secukupnya, memberi ruang pada alam untuk pulih, dan membangun sistem ekonomi yang adil. Ini bukan jargon, melainkan strategi bertahan hidup bangsa maritim.

Rekomendasi Jalan ke Depan

Untuk itu, perlu beberapa langkah konkret, sebagai berikut:

  1. Modernisasi Armada
    Bangun kapal kecil-menengah berbahan baja ringan atau komposit yang aman, efisien, dan ramah lingkungan. Kurangi ketergantungan pada kayu.
  2. Pengelolaan Perikanan Berbasis Zonasi
    Terapkan quota system per wilayah agar stok ikan terjaga. Libatkan nelayan dalam pengawasan.
  3. Budidaya Ramah Lingkungan
    Dorong inovasi pakan alami, sistem sirkulasi air, dan lokasi budidaya yang sesuai daya dukung.
  4. Pemberdayaan Nelayan Kecil
    Beri akses kredit, teknologi, dan pasar yang adil. Perlu penguatan koperasi nelayan agar daya tawar meningkat.
  5. Penegakan Hukum Tegas
    Pemberantasan illegal fishing tanpa pandang bulu, baik pelaku asing maupun lokal. Aparat harus bersinergi, bukan tumpang tindih.

Penutup

Laut Indonesia adalah anugerah yang luar biasa, sehingga kita wajib menjaga titipan tersebut. Keberlanjutan perikanan bukan sekadar wacana, melainkan jalan satu-satunya agar bangsa maritim ini tetap bisa hidup dari laut.

Kita boleh membanggakan julukan negara bahari, tapi kebanggaan itu hampa bila anak cucu hanya mewarisi lautan kosong. Maka mari menjaga laut, karena di sanalah masa depan perikanan, dan menentukan masa depan kita sendiri.