Demokrasi Yang Diharapkan

Di Indonesia, beberapa platform berita baru-baru ini menawarkan berita bernada politik. Bahkan, di salah satu platform berita langganan saya yang menjadi tempat terpopuler di hari yang sama, dari satu sampai sepuluh, hanya berita dengan unsur politik.

Seperti partai Banteng yang berkoalisi dengan partai Kerbau, presiden dari partai Elang yang sangat siap mencalonkan diri sebagai presiden, dan partai Rajawali yang sudah mulai mengumumkan calon presidennya. Dan dengungan tak terbendung dari setiap pesta. Hal ini wajar karena Indonesia merayakan lima tahun, yaitu pemilihan umum (memilih anggota parlemen) dan pemilihan presiden pada tahun 2024 mendatang.

Partai ini merupakan partai demokrasi terbesar di Indonesia, negara yang masih relatif baru menerapkan sistem dimana rakyat memilih pemimpin langsung. Menyambut perayaan demokrasi ini, menarik untuk kita renungkan kapan dan bagaimana sistem demokrasi itu dibentuk dan dikembangkan hingga saat ini?

Bagaimana dengan demokrasi ideal yang diinginkan? Demokrasi dalam Catatan Sejarah Konsep demokrasi pertama kali digunakan di Yunani sekitar 500 SM. oleh filsuf terkenal Plato. Demokrasi terdiri dari dua kata Demos artinya rakyat dan Kratos artinya pemerintahan.

Plato menggunakan demokrasi sebagai ideologi, bahwa para filsuf mengatur negara, percaya hanya para filsuf yang mampu menghasilkan ide dan menimbang baik dan buruk masyarakat. Belakangan, demokrasi yang diinginkan Plato adalah aristokrasi (Sunarso: 2015). Kemudian, masih dalam periode yang sama di Yunani, paham ini berkembang menjadi suatu sistem pemerintahan yang memungkinkan rakyat ikut serta dalam penyelenggaraan negara dan pembuatan politik. Athena menjadi negara bagian yang pada saat itu menawarkan semua warga negara kesempatan untuk menjadi pemimpin dan memilih pemimpin mereka sendiri.

Sistem ini berlangsung selama dua abad, dimulai sekitar tahun 507 SM. Hingga akhirnya Athena jatuh di bawah kekuasaan Makedonia pada tahun 321 SM. Dari Renaisans hingga akhir abad ke-19 (Pencerahan di Eropa pada abad ke-1 dan ke-17), muncul berbagai gagasan tentang kebebasan publik dan hubungan antara negara dan rakyat.

Pemikir seperti Nicollo Machiavelli, Thomas Hobbes, John Locke, Montesquieu, Jean Bodin dan lainnya. Maka demokrasi kini telah menemukan bentuk konkretnya sebagai sistem politik yang berpijak pada pilar-pilar kebebasan individu, persamaan hak, dan kebebasan memilih dan dipilih. Gagasan konstitusi sebagai sarana untuk melestarikan sistem demokrasi juga lahir. Dengan kata lain, konstitusi menjamin kebebasan dan kemandirian individu dan digunakan untuk membatasi kekuasaan pemerintah.

Dalam perkembangannya dewasa ini, demokrasi telah menjadi cita-cita bagi semua negara di dunia. Hingga tidak ada satu pun negara di dunia yang mau disebut sebagai negara non-demokratis. Setiap negara memilih sistem demokrasi karena diyakini dapat mencegah munculnya pemerintahan yang licik, drama otak, mencegah perang antar warga negara, menjamin hak asasi warga negara dan membawa kemakmuran bagi masyarakat dan negara.

Semangat demokrasi Indonesia mencapai puncaknya hanya pada era Reformasi. Pada saat itu, Indonesia sedang mengalami transisi dari sistem politik otoriter menuju demokrasi. Bj dalam perjalanan singkat. Habibie menciptakan fondasi demokrasi yang paling penting, seperti pengembangan UU Pemilihan Umum, pembebasan tahanan Orde Baru (pejuang keadilan), penguatan UU HAM dan pemberian kebebasan pers.

Saat pertama kalinya Indonesia mengadakan pemilihan presiden langsung dari rakyat. Sampai saat ini, Indonesia perlahan bergerak menuju kesempurnaan demokrasi.

 

Yang Kita harapkan Dari Demokrasi

Alih-alih memastikan hak asasi manusia dan menjadi sistem yang dipertahankan oleh semua negara modern. Bahkan, demokrasi juga mendapat kritik dari negara asalnya, yaitu Yunani. Aristoteles (38-322) berpendapat bahwa demokrasi mengarah pada mobokrasi, pemerintahan yang diatur dan dikendalikan oleh orang-orang yang tidak mengetahui seluk beluk pemerintahan, yang akan menimbulkan korupsi dan anarkisme.

Menurut Plato, pada saat sistem demokrasi negara sangat-sangat dirusak oleh para penguasa yang korup. Karena demokrasi begitu memuja kebebasan individu sehingga membawa malapetaka bagi negara dengan membentuk tirani.

Dalam Encyclopedia Britannica, Socrates mengatakan bahwa dalam demokrasi banyak orang tidak senang ketika pandangan mereka ditentang, sehingga mereka bereaksi dengan kekerasan. “Orang-orang baik yang memperjuangkan keadilan dalam sistem demokrasi sedang dibunuh,” katanya.

Jika kita mencermati dan memahami kritik yang dilontarkan oleh Socrates, Plato dan Aristoteles, maka kritik dari ketiga filosof terkenal ini dapat menjadi berharga untuk membentuk konsep demokrasi bersama dengan cita-cita yang diinginkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Pertama, kritik Aristoteles bahwa baginya demokrasi hanya menghasilkan mobokrasi. Artinya, dalam hal ini Aristoteles menginginkan agar warga negara diberikan kebebasan untuk memilih pemimpinnya, namun warga negara juga harus memperhatikan aspek kelayakan dari orang yang dipilihnya. Jangan hanya memilih nepotisme, apalagi suap. Dalam hal ini, kebijakan moneter dan nepotisme ditolak.

Kedua, kritik Plato bahwa, menurut dia, demokrasi hanya menghasilkan penguasa yang korup, adalah hasil pendewaan kebebasan individu yang berlebihan. Hal ini yang menurut Plato kemungkinan pembatasan kebebasan dalam bentuk konstitusi. Rakyat, khususnya pejabat pemerintah dan pembuat konstitusi, juga harus tunduk pada konstitusi yang telah ditetapkan. Sebaliknya konstitusi menjadi sarana mempertahankan kekuasaan.

Ketiga, kritik Socrates terhadap demokrasi hanya membunuh orang-orang baik yang memperjuangkan keadilan. Kritik ini mengingatkan saya pada sejarah kelam bangsa Indonesia dalam tokoh Sok Hoe Gie, Tan Malaka dan Munir. Melalui kritik ini, Socrates berasumsi bahwa negara mana pun yang mempertahankan sistem demokrasi harus menghormati berbagai pemikiran dan kritik yang datang dari kelompok atau individu mana pun.

Tidak ada aturan baku yang akan menghukum mereka yang menginginkan kebaikan dan keadilan serta menutup ruang dialog dan kritik. Jangan heran jika negara yang melakukan ini disalahartikan sebagai negara demokrasi.

 

Demokrasi Adalah Sistem Tertua

Sejak kelahirannya dan telah diakui secara luas. Hal ini seolah menjadi bukti perkembangan pemikiran manusia bahwa setiap orang memiliki hak dan kebebasan yang harus dihormati.

Meskipun demokrasi adalah sistem yang paling banyak digunakan, bukan tanpa kritik. Melalui kritik ini, demokrasi tumbuh menjadi sistem yang semakin ideal. Mereka dipilih atas dasar prestasi, diikuti konstitusi yang ditentukan dan kebebasan mengeluarkan pendapat dijamin. Berkat ketiga prinsip ini, demokrasi mampu menjamin kekayaan dan kemakmuran bagi setiap negara.

Yuk, ikuti lini masa kami di Instagram captwapri untuk informasi terbaru lainnya!

Baca juga: