Muara Wahau adalah desa yang sarat dengan kebun kelapa sawit (Elais guinensis Jacq) yang terletak di kabupaten Kutai Timur provinsi Kalimantan Timur tergolong jauh dari pusat keramaian ternyata telah berpenghuni 12.000 jiwa lebih. Anak-anak sekolah seolah-olah tekunci tak mudah mendapatkan hiburan seperti anak-anak lainnya di kota besar.
Pendiddikan saat ini tidak hanya bertujuan pada perolehan nilai kognitif saja tetapi juga karakter pelajar yang bernilai Pancasila, sosial, cinta lingkungan. Para pendidik harus mampu menggali kemampuan minat peserta didik, dan memperkenalkan alam sebagai sumber ilmu pengetahuan.
Perjalanan yang lumayan melelahkan bersama para peserta didik dari Muara Wahau menuju kota Berau sudah lama diimpikan terwujud di penghujung semester ganjil ini mejadi kenangan yang tak terlupakan. Jalan berkelok-kelok melalui desa Kelay dengan hutannya yang masih hijau lebat memberi semangat untuk segera sampai di kota tujuan.
Tanjung Batu adalah tempat dermaga untuk menyeberang ke pulau Derawan, kami segera bergegas naik speed boat membelah lautan biru yang indah dalam waktu kurang dari setengah jam telah sampai ke pulau Derawan.
Senang sekali melihat anak-anak berbahagia menikmati keindahan alam pulau Derawan, rumah penginapan yang merayap di atas laut sungguh mempesona sambil menikmati sunset di sore itu.
Berfoto dengan gaya selfie menjadi kesibukan anak-anak dan tak terasa mataharipun terbenam mengisyartakan anak-anak harus masuk ke penginapan dan beristirahat.
Tak sabar rasanya menantikan pagi untuk menikmati sunrise sambil dihibur desiran ombak dan membuai hati hingga terlelap di atas laut.
Pagipun tak ingkar janji membangunkan kami untuk menikmati sunrise di ujung dermaga papan sambil berfoto bersama. Anak-anak terlihat sangat mengagumi keindahan laut, sesekali dihibur oleh penyu berukuran besar yang sudah berusia kira-kira 30 tahun. Ikan-ikan yang penuh warna, burung camar yang melambai-lambai sangat menggoda perasaan, membuat pikiran anak-anak lega dan puas karena sejenak bisa meninggalkan pekerjaan sekolah yang menumpuk.
Pak Ibnul salah seorang pengelola taman wisata pulau Derawan bersama tim memberi pelayanan yang sangat memuaskan. Anak-anak yang tak pernah merasakan berwisata seperti ini sangat ingin mengeksplor ke beberapa pulau yang konon ceritanya adalah seperti pulau keluarga.
Derawaan (perawan, berawan), Maratua (mertua), Kakaban (kakak), Sangalaki (laki-laki), Samama (mama) sepertinya ada benang merah yang menunjukkan arti sebuah keluarga. Inilah pulau-pulau yang menjadi target kunjungan anak-anak.
Berlatih snorcling di Kehedaing pulau Kakaban menjadi pengalaman pertama mereka, lucu melihat anak-anak dan terpancar rasa bahagia dari raut wajahnya. Kehedaing berasal dari dua suku kata yaitu kehe (lubang), daing (sungai) maksudnya ada lubang yang dilalui sungai. Kita boleh melewatinya selama air laut tidak pasang. Sebuah keajaiban dunia tempat itu enam meter di atas permukaan air laut tetapi membentuk danau dan airnya berasa tidak asin.
Saatnya mereka bergegas lagi ke sebelah pulau menaiki seribuan anak tangga untuk sampai ke danau ubur-ubur (Aurelia aurita). Anak-anak dengan hati-hati masuk ke danau mengamati ubur-ubur sambil diabadikan dengan vidio oleh guide.
Gemas mengamati ubur-ubur seakan tak ingin beranjak, tapi waktu yang harus memaksa kami harus lanjut mengeksplor pulai Sangalaki. Di sana banyak sekali penangkaran penyu (Chelonia mydas) yang bertujuan menyelamatkan kehidupan mereka. Di pulau ini terkenal sebagai habitat yang paling cocok untuk keberlangsungan hidup penyu.
Pada malam hari anak-anak diberi bonus oleh pengelola wisata dengan memberi pembelajaran cara mengembangkan penyu, mulai dari bertelur di pasir, menetas dan menjadi tukik. Lalu anak-anak diajak melepaskan tukik di tepi pantai sambil menyampaikan harapan mereka agar tukik itu selamat bertumbuh hingga dewasa.
Pulau Pasir putih yang bersih tak jauh dari situ kami kunjungi, terik matahari tak mengurungkan niat memerankan games oleh guide tour. Lelah boleh datang tapi tak ingin pulang karena alam seolah punya magnit menahan kaki agar berlama-lama di sana.
Menikmati air kelapa muda melepas dahaga membayar lelah dan haus setelah bermain di bawah tabir surya.
Sesekali terlihat perahu yang dihuni suku asli Bajau, sepanjang hidup mereka ada di laut karena mereka punya semboyan: di mana ada laut di situ ada kehidupan.
Para wisatawan mancanegara ketika melihat suku Bajau perahu tak heran karena ternyata di negara merekapun pernah bertemu dengan orang yang persis sama seperti mereka. Apakah suku Bajau itu bisa menjelajah sampai ke laut luas di negara lain? Coba anda renungkan.
Suku Bajau perahu ini seluruh hidupnya ada di atas perahu, bahkan melahirkanpun di dalam perahu dan selamat. Alam laut telah menyatu dengan mereka. Tak puas rasanya jika kita tidak datang berkunjung ke tempat ini menikmati keindahan alam pulau Derawan dan sekitarnya.
Pejabat tinggi negara Indonesia bahkan dari mancanegara telah mengenal pulau-pulau ini. Sungguh disayangkan jika ada orang Indonesia yang berwisata ke luar negeri tapi justru tak mengenal objek wisata yang ada di provinsi Kalimantan Timur ini.
Cinta tak sekedar kata-kata. Cinta harus dibuktikan dengan menyelami sedalam apa dan seluas apa keindahan pulau Derawan, Maratua, Kakaban, Samama, Sangalaki, Pasir Putih. Jagalah alam ini karena alam ini adalah rumah kita dan rumah mereka. Cintailah mereka seperti mencintai diri sendiri.
Tinggalkan Balasan